- IKRAR GEREJA KIBAID
- Pengakuan Iman Athanasius
- PENGAKUAN IMAN CHALCEDON
- PENGAKUAN IMAN NICEA
- PENGAKUAN IMAN RASULI
Kedudukan Pengakuan Iman
SEJARAH DAN KEDUDUKAN PENGAKUAN IMAN DALAM TRADISI GEREJA
Pengakuan
iman merupakan hal yang wajib dinyatakan oleh umat Kristiani dalam
setiap ibadah hari minggu, khususnya gereja-gereja arus utama (main
stream) anggota PGI. Pengakuan iman sering disebut dengan “credo” (dari
ungkapan bahasa Latin dan di-Indonesiakan dengan “kredo”; Inggris: creed),
yang berarti “Aku percaya”. Credo lazimnya memiliki otoritas berisi
pokok-pokok ringkas kepercayaan yang disetujui dan dibenarkan oleh
orang-orang percaya dan dapat diterima oleh semua gereja. Dengan
demikian pengakuan iman tidak harus berkaitan dengan suatu denominasi
gereja saja, melainkan pengakuan yang universal (oikoumenis). Adapun
pernyataan iman yang terbatas suatu denominasi gereja saja biasanya
disebut dengan “konfesi” (confession).
Di
dalam Alkitab Perjanjian Baru, pengakuan iman ditemukan dalam beberapa
ayat, seperti "Engkau adalah Mesias, anak Allah yang hidup", sebagai
pengakuan Petrus (Mat. 16:16 ); "Aku percaya bahwa Yesus Kristus adalah
Allah", merupakan pengakuan sida-sida dari Etiopia (Kis. 8:37) dan
ayat-ayat lainnya. Secara umum rumusan pengakuan ini didasari oleh
ketritunggalan Allah (Matius 28:19).
Pengakuan Iman dan Baptisan
Salah
seorang Bapa gereja Irenaeus menguraikan sudah adanya pengakuan iman
sejak abad pertama yang bersumber dari pengajaran para rasul. Bentuk
dasarnya sudah diterima banyak gereja-gereja suku di Jerman, Spanyol,
Inggris dan bahkan di wilayah timur, seperti Mesir dan di Libia. Konon
rumusan pengakuan iman paling tua yang ditetapkan adalah pengakuan iman
baptisan Romawi yang berbunyi sebagai berikut:
- Aku percaya di dalam Allah Bapa, yang Mahakuasa;
- Dan di dalam Yesus Kristus, satu-satunya Anak-Nya, diperanakkan, Tuhan kita;
- Dan di dalam Roh Kudus, gereja yang kudus, kebangkitan daging.
Menurut
tradisi, sebagian dari pengakuan iman tersebut pada mulanya diucapkan
(atau kadang kala dinyanyikan) pada saat pelayanan pembaptisan. Biasanya
dilakukan dalam bentuk tanya-jawab (responsoris) yang dijawab
calon baptisan dengan: “aku percaya”. Baptisan selalu dilayankan dalam
nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, sehingga pengakuan iman disusun sesuai
dengan ketiga unsur Trinitas itu. Tanya-jawab ini di kemudian hari
berkembang menjadi apa yang kini kita sebut sebagai katekisasi
(katekese).
Sebagaimana
kita ketahui, layanan baptisan pada awalnya hanya bagi orang-orang
dewasa dan dilaksanakan pada hari raya Paskah, dengan menggunakan masa
pra-paskah sebagai masa pengajaran. Oleh karena itu pengakuan iman harus
diikrarkan oleh para baptisan di depan umat sebagai hal yang dipercayai
oleh gereja, yang menunjukkan komitmen mereka sebagai pengikut atau
petobat baru.
Banyak
gereja-gereja lokal mencoba menyusun pengakuan iman masing-masing.
Namun karena gereja berorientasi ke Roma sebagai pusat kerajaan Romawi,
maka rumusan Roma lebih berpengaruh dan kemudian disebut dengan Symbolum
Romanum. Konon bentuk bakunya disusun mulai abad ke dua namun bentuk
tulisan ditemukan dalam tulisan Hippolytus Traditio Apostolica di tahun
220. Rumusan berbeda dengan di Roma, gereja-gereja di Perancis
susunannya lebih luas yang dikenal sebagai Symbolum Apostolicum yang
kemudian dikenal dalam bentuk saat ini sebagai Pengakuan Iman Rasuli.
Adapun sebutan Pengakuan Iman Rasuli pertama kali diperkenalkan oleh
Rufinus dalam bukunya, yakni seorang penulis kuno yang mati sekitar
tahun 410. Bentuk tulisan yang lengkap baru muncul sekitar tahun 750.
Pengakuan
Iman Rasuli disebut “Rasuli” karena isinya mengungkapkan pokok-pokok
pengajaran para rasul sebagaimana yang diajarkan oleh para rasul seperti
tertulis dalam Alkitab. Di beberapa kalangan gereja, Pengakuan Iman
Rasuli juga dikenal dengan sebutan “Dua Belas Pasal Pengakuan Iman”,
karena pengakuan iman ini terdiri dari dua belas pasal, dengan anggapan
tiap rasul mengucapkan satu artikel. Akan tetapi, hal ini sulit
dibuktikan dan tidak diketahui alasan persisnya.
Pengakuan Iman Lainnya
Di
samping Pengakuan Iman Rasuli, ada banyak bentuk pengakuan iman lainnya
yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan lokal atau wilayah. Namun yang
lebih dikenal secara universal dan dapat diterima banyak gereja adalah
Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel dan Pengakuan Iman Athanasius.
Ketiga pengakuan iman ini kemudian dikenal sebagai tiga simbol
oikoumenis, yakni: Symbolum Apostolicum (Pengakuan Iman Rasuli) yang
lahir di Gereja Barat (Eropa Barat kuno dan berbahasa Latin; Symbolum
Niceano-Constantinopolitanum (Pengakuan Iman Nicea-Konstatinopel) yang
lahir di Gereja Timur (Eropa Timur kuno dan berbahasa Yunani); dan
Symbolum Athanasianum (Pengakuan Iman Athanasius) yang lahir kemudian.
Pengakuan
iman Nicea-Konstatinopel merupakan pengakuan iman gereja Timur lainnya
dalam melawan pandangan Arius yang menyatakan bahwa Yesus tidak
sehakekat dengan Allah Bapa. Perlawanan ini diputuskan dalam Konsili
Nicea pada tahun 325. Isi Pengakuan Iman Rasuli berupa tiga bagian utama
yakni berhubungan dengan Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus dianggap
belum cukup menegaskan, sehingga muncul Pengakuan Iman baru ini dan
adanya pernyataan tambahan yang berhubungan dengan keberadaan gereja,
penghakiman dan kebangkitan. Oleh karena itu untuk melawan ajaran Arius
ini, Konsili Konstantinopel tahun 381 menetapkan Pengakuan
Nicea-Konstantinopel yang bentuknya lebih panjang, dengan memasukkan
keilahian Kristus dan karya Roh Kudus dan adanya penegasan kuat tentang
kesatuan-Nya dengan Allah, termasuk ungkapan-ungkapan “Allah dari Allah”
dan “sehakikat dengan Bapa.”
Pengakuan
iman Athanasius diperkirakan ditulis pada akhir abad ke lima atau
permulaan abad ke enam. Tidak diketahui dengan pasti siapa penulis
pengakuan iman ini. Pengakuan ini diberi nama Athanasius sangat mungkin
karena isi pengakuan iman ini mencerminkan ajaran seorang Bapak Gereja
bernama Athanasius (296-373), Bishop di Alexandria yang sangat
menekankan Ketritunggalan Allah dan Keilahian Yesus Kristus. Dalam
konsili di Nicea (325), Athanasius merupakan lawan yang mematahkan
argumentasi Arius (lihat pengakuan iman Nicea). Isi pengakuan ini
berasal dari keputusan Konsili Chalcedon pada tahun 451 dan bentuk
tulisan pengakuan ini ditemukan dalam bekas khotbah tahun 542 yang
ditulis dalam bahasa Latin.
Jikalau
kita amati isi Pengakuan Iman Athanasius yang terdiri dari 40 pasal
ini, secara garis besar terbagi ke dalam dua garis besar, yakni bagian
pertama merupakan kesimpulan mendasar tentang doktrin Tritunggal; dan
bagian kedua tentang dua sifat Yesus Kristus. Hal penting dalam
pengakuan ini adalah pengakuan bahwa Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak
(filioque) yang kemudian merupakan salah satu sumber perpecahan gereja
timur dan barat. Hal lainnya, pengakuan iman ini paling keras karena
dalam pernyataan terakhirnya dikatakan bahwa orang yang tidak memiliki
iman seperti yang tertuang dalam pengakuan iman Athanasius, sama saja
dengan tidak diselamatkan.
Oleh
karena itu, di samping untuk tujuan pembaptisan, tujuan kedua adanya
pengakuan iman merupakan jawaban gereja terhadap munculnya ajaran sesat
(bidat) yang menyangkal ke-Allah-an Yesus saat itu, dan kemudian
pengakuan iman ini dipakai oleh gereja sebagai bahan pengajaran umum dan
juga dalam ibadah.
Masuknya dalam Ibadah
Sejak
abad kelima, pengakuan iman dimasukkan dalam liturgi ibadah. Kaisar
Karel Agung (742-814) yang menguasai sebagian Eropa Barat mewajibkan
tiap orang percaya menghafal Pengakuan Iman Rasuli ini. Keputusan
beberapa konsili sampai tahun 1591menegaskan pengakuan iman diucapkan
bersama sesudah pembacaan firman/khotbah. Namun setelah zaman reformasi,
letak pengakuan iman dalam ibadah banyak berbeda karena sebagian
(termasuk Marthin Luther dan Zwingli) menyatakan pengakuan iman baiknya
diucapkan sebelum khotbah. Adapun Calvin menyatakan sebaiknya sesudah
khotbah dan doa syafaat, namun kemudian disesuaikan dengan pandangan
Micron bahwa hal itu lebih baik sebelum doa syafaat. Hal inilah yang
banyak diikuti gereja yang beraliran Calvin seperti GKSI, GKI, GPIB, dan
lainnya.
Alasan
Calvin untuk tetap mempertahankan pengakuan iman setelah khotbah karena
pengakuan iman merupakan jawaban jemaat atas firman yang telah
disampaikan. Bilamana firman yang disampaikan menguatkan iman jemaat,
maka pengakuan iman merupakan jawaban sukacita atas firman tersebut. Hal
sebaliknya, apabila pelayanan firman disampaikan meragukan iman jemaat,
maka pengakuan iman merupakan jawaban tegas bahwa jemaat memiliki sikap
yang tidak berubah atas pelayanan firman yang disampaikan. Inilah
merupakan tujuan ketiga adanya pengakuan iman dalam gereja.
Adakalanya
pengakuan iman dinyatakan dalam bentuk nyanyian sebagaimana yang kita
kenal dalam Buku Nyanyian Kidung Jemaat nomor 280. Pola ini dikembangkan
oleh Martin Luther dan tidak menjadi masalah sepanjang ikrar pokoknya
tetap sama. Adapun gereja-gereja kharismatik umumnya tidak memasukkan
pengakuan iman ke dalam liturgi dengan alasan tertentu.
Kesimpulan
Pengakuan
iman memiliki landasan Alkitab yang kuat dan disertai latar belakang
sejarah gereja yang panjang. Tujuan pengakuan iman adalah untuk maksud
baptisan (dewasa), meneguhkan pokok-pokok ajaran dari aliran sesat, dan
terakhir merupakan respon syukur jemaat atas pelayanan firman Tuhan yang
dilayankan pada ibadah hari Minggu. Hal inilah yang membuat pengakuan
iman tetap perlu diikrarkan setiap ibadah hari minggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar